Banjir, tidak lagi merupakan bencana tetapi merupakan “gaya hidup”. Demikian adanya akibat pola kebiasaan masyarakat lokal yang senang membuang sampah di mana saja. Bagaikan bermain sepakbola, penyebab banjir diperlakukan layaknya si kulit bundar, tendang sana, oper sini, lempar sana, tepis sini. Semua dilakukan tanpa adanya akhir yang jelas.
Jika boleh ditinjau secara awam, hal-hal yang mempengaruhi terjadinya banjir dapat dikelompokkan menjadi 3 bagian, menurut pendapat saya pribadi. Yang pertama adalah pengadaan area resapan air. Hal ini penting mengingat banjir yang terjadi juga bisa disebabkan oleh hujan yang turun secara kontinyu. Adanya area resapan air akan membantu “bumi” menampung air yang berlebih, sebelum sisanya disalurkan ke tempat lain. Selain itu, area ini juga bermanfaat sebagai sumber air bersih. Ya, air hujan yang diresap tanah secara alami akan mengalami penyaringan dan mineralisasi sebelum akhirnya akan tersimpan dan menjadi sumber air tanah.
Yang kedua adalah tata kota dan sistem drainase. Penting bagi sebuah kota atau komunitas tempat tinggal untuk memiliki jalur dan area khusus untuk dilewati air saat terjadi kelebihan volume air dari yang seharusnya dapat ditampung oleh area penyerapan air. Misalnya hujan deras tanpa henti, atau adanya air “kiriman” dari kota lain. Area ini selayaknya tidak diganggu gugat secara konstruksi dengan tujuan terciptanya transportasi air yang optimal dalam sistem pembuangan.
Yang ketiga adalah kebersihan. Sebaiknya sampah diperlakukan dengan baik dan betul, dengan kata lain dibuang pada tempatnya. Karena tumpukan sampah di lokasi pemukiman yang tidak dibuang secara betul, pada akhirnya hanya akan menjadi penghambat transportasi air hujan di permukaan bumi.
Menurut saya ketiga hal ini tidak dapat berdiri sendiri-sendiri. Semuanya mutlak perlu diadakan secara bersamaan untuk menjaga stabilitas lingkungan dalam mencegah terjadinya banjir. Demikian adanya karena ketiganya, jika boleh dikatakan, saling mendukung satu sama lain. Resapan air memiliki fungsi penting saat hujan terjadi, untuk seketika menyerap air yang turun ke permukaan bumi. Sementara drainase dan tata kota yang rapi diadakan sebagai jalur pembuangan air apabila area resapan tidak lagi mampu menampung hujan yang turun. Dan semua itu tidak mungkin terlaksana apabila banyak sampah berserakan yang menyebabkan terhalangnya air hujan untuk dapat diserap ataupun disalurkan ke pembuangan.
Jika boleh dianalogikan, anggaplah sebuah kota sebagai sebuah pot bunga. Hujan deras yang terjadi diibaratkan sebagai air seember yang akan dituangkan ke dalamnya. Maka, ketiga hal tersebut (resapan, drainase, dan kebersihan) dapat diibaratkan sebagai berikut:
Resapan air diibaratkan sebagai tanah yang berada di dalam pot. Tata kota dan sistem drainase diibaratkan sebagai lubang-lubang di sisi-sisi pot, sebagai tempat pembuangan alternatif apabila penyerapan tidak mampu menanggulangi volume air. Kebersihan diibaratkan sebagai seberapa banyak benda-benda selain tanah (misalnya plastik, karet gelang, daun-daun rontok, dsb) yang menghalangi permukaan tanah dan lubang-lubang pada pot.
Apabila salah satu di antara ketiga hal tersebut terganggu dan tidak berfungsi optimal, bisa dipastikan air yang dituang akan meluap dan tidak terserap atau tersalurkan dengan baik. Bayangkan apabila tanah pada pot tersebut tidak gembur melainkan tandus, kering dan keras sehingga tidak dapat dilalui oleh air, bagaimana mungkin resapan dapat berfungsi optimal. Dalam situasi perkotaan ini adalah kondisi tanah yang sudah berubah menjadi “keras”, tepatnya diubah menjadi kumpulan beton dan semen dari perumahan, villa, gedung, mall, taman bermain, resort, dsb. Kemana air akan ditampung jika area resapan semua berubah menjadi seperti demikian.
Seandainya pot tersebut tidak memiliki lubang-lubang kecil, sebaik apapun resapannya, maka air pada akhirnya akan meluap juga dikarenakan tidak adanya saluran untuk mengalirkan air keluar dari pot. Dalam situasi perkotaan hal ini merupakan pengadaan saluran air, kanal-kanal, dan sistem drainase yang baik. Jika tidak ada, maka bisa jadi kota tersebut jika diguyur hujan deras tanpa henti (belum lagi ditambah adanya air kiriman) akan mengalami banjir besar.
Tanah yang gembur dan lubang-lubang pot yang cukup jumlahnya tidak menjadikan jaminan lancarnya air bertransportasi apabila pot tersebut dipenuhi kotoran-kotoran, baik itu dedaunan yang rontok, puntung rokok yang dibuang secara sengaja, atau bekas tissue yang diletakkan sembarangan. Dalam situasi perkotaan hal ini direfleksikan sebagai kebersihan kota itu sendiri.
Area resapan air boleh berubah menjadi kawasan pemukiman, perkantoran, atau pusat hiburan tetapi setidaknya masih ada titik-titik tertentu yang masih menyerap air, sebutlah taman kota. Drainase disediakan di berbagai sudut jalan dan sisi perkotaan. Namun sampah yang sulit untuk dibiasakan agar dibuang pada tempatnya menjadi kendala bagi kedua hal tersebut. Air tidak akan masuk ke tanah jika permukaannya ditutupi oleh sampah yang bergelimang di sana-sini. Drainase tidak akan mengalirkan air dengan baik apabila salurannya dihambat oleh adanya sampah dan kotoran yang tidak seharusnya berada di jalur tersebut.
Jadi, terlepas dari kebutuhan akan ketiga hal tersebut secara simultan dalam menangani banjir, bagaimanapun kebersihan akan menjadi faktor penentu keberhasilan sistem yang dirancang manusia tersebut. Resapan air bisa diciptakan dan dibuat, drainase bisa dirancang dan dikonstruksi secara detail, akan tetapi disiplin membuang sampah bukanlah merupakan sesuatu yang terberi begitu saja. Kesadaran akan bahaya membuang sampah sembarangan secara jangka panjang merupakan sesuatu yang perlu ditumbuhkan secara individu, menurut saya pribadi.
Mari semuanya, kita buang sampah pada tempatnya sebagai usaha individu dalam mendukung kedua faktor lain yang seyogyanya diusahakan oleh pembangunan pemerintah setempat. Dalam rangka menciptakan stabilitas lingkungan ketika musim hujan, singkatnya, supaya tidak banjir.
disadur dari guekiller