Penasaran sejadinya, seperti apakah rasanya berpuasa sebagai kaum minoritas? Tidak ada bebunyian jelang sahur, tidak melihat penutupan paksa rumah makan selama bulan puasa, tidak dengar bedug maghrib pertanda buka puasa.
Memang, sejatinya itu semua perlu disikapi sebagai berkah berpuasa di tengah kalangan mayoritas sesama muslim tapi apakah perlu sampai kurang mempertimbangkan kepentingan umat yang lain? Membangunkan sahur cukup 30 menit saja, silakan manfaatkan pengeras suara di masjid setempat, tidak perlu sampai berjam-jam sejak pukul 2 dini hari hingga subuh pengeras suara ‘dimanfaatkan’. Ada juga umat lain yang punya keperluan istirahat dengan tenang, coba mengerti dan rasakan bagaimana kalau kita yang ada di posisi mereka.
Tidak ada maksud apa-apa, ini hanya tulisan keluh kesah karena kerap heran kenapa kelakuan mayoritas seringkali melupakan yang minoritas. Kesenjangan yang berlebihan bisa memicu konflik di aspek lainnya. Tengoklah sejarah, hampir sebagian besar konflik dipicu isu kesenjangan. Jadi, mari mulai berempat terhadap yang lain.